Kota Salatiga telah berdiri sejak 24 Juli 750 Masehi. Saat ini, kota Salatiga yang berada di provinsi Jawa tengah ini sudah berusia 1273 tahun sehingga menjadikannya sebagai kota tertua kedua di Indonesia setelah Palembang yang berdiri pada tahun 682 Masehi.
Mengutip dari laman Pemerintah Kota Salatiga, sejarah terbentuknya Salatiga tercantum dalam Prasasti Plumpulang. Dari prasasti yang terbuat dari material batu andesit berukuran besar diketahui bahwa Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi.
Prasasti ini mengatur status tanah perdikan sebagai penghargaan yang diberikan oleh raja kepada daerah yang berjasa. Prasasti ini ditulis dalam bahasa Jawa kuno dengan ucapan Srir Astu Swasti Prajabyah yang berarti Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian.
Para sejarawan meyakini masyarakat Hampra memberikan jasa kepada Raja Bhanu yang menguasai wilayah Salatiga. Prasasti ini menjadi dasar berdirinya Hampra sebagai daerah Perdikan dan menetapkan tanggal 24 Juli sebagai Hari Jadi Kota Salatiga.
Pada zaman kolonial, Kota Salatiga mempunyai batas yang jelas dan statusnya telah diatur. Berdasarkan Staatblad 1917 No. 266, pada tanggal 1 Juli 1917, Stad Gemeente Salatiga didirikan dengan wilayah yang terdiri dari 8 desa.
Kota Salatiga dikenal karena faktor geografisnya yang menjanjikan, udara sejuk, dan letak strategisnya di masa penjajahan Belanda. Bangunan peninggalan Belanda yang terkenal di Salatiga adalah Gereja GPIB Tamansari dan Hotel Pension Van Blommestein
Di samping itu, ada pula Pendapa Pakuwon (Jalan Brigjen Sudiarto), Rumah Dinas (Rumdin) Wali Kota Salatiga di Jalan Diponegoro, Gedung Papak di Jalan Sukowati. Banyaknya bangunan tua tersebut membuat Salatiga layak masuk daftar kota tertua.
Gemeente yang didirikan berdasarkan Staatblad 1923 No. 393. Namun, status tersebut kemudian dicabut oleh Undang-Undang No 17 tahun 1995 yang mengatur pembentukkan daerah-daerah kecil di Jawa.
Bila dilihat dari administratif pemerintahan, Salatiga memiliki luas wilayah 17,82 kilometer persegi. Sebanyak 75 persen dari wilayah tersebut merupakan wilayah perkotaan sehingga dinilai kurang efisien.
Sehingga pada akhirnya muncul ide untuk membagi wilayah ini yang dimulai pada tahun 1983. Berikutnya pada tahun 1992, ide ini diwujudkan melalui Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1992 yang mengatur pembagian wilayah Salatiga menjadi 5.898 Ha.
Seiring dengan perkembangan Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga mengubah namanya menjadi Kota Salatiga sesuai dengan amanat undang-undang tersebut.